Laman

Senin, 17 Desember 2012

Kriteria Makanan Haram dalam Agama Islam





Sumber tulisan : 

Di dalam syari’at Islam, makanan atau binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:

A. Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya).

Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.

Berdasarkan firman Allah SWT di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi SAW di dalam hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:


1. Darah

Darah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)



2. Daging Babi

Para ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)

Dan juga firman-Nya:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).

Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).



3. Khamar (minuman keras)

Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma`idah: 90)

Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar secara marfu’ :

“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”. (HR. Muslim III/1587 no.2003)

Dan dapat dianalogikan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.



4. Semua Binatang Buas Yang Bertaring, Yang Dengan Taringnya Ia Memangsa Dan Menyerang Mangsanya

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :

“Semua binatang buas yang bertaring, maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim III/1534 no.1933).

Juga apa yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al-Khusyani, ia berkata :

“Rasulullah SAW melarang memakan semua binatang buas yang mempunyai taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).

Yang dimaksudkan di sini adalah semua binatang buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul Qayyim II/117).



5. Semua Jenis Burung Yang Bercakar, Yang Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram Atau Menyerang Mangsanya.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:

“Rasulullah SAW melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)

Yang dimaksud burung yang memiliki cakar di atas adalah yang buas, seperti burung Elang dan Rajawali. Sehingga tidak termasuk sebangsa ayam, burung merpati dan sejenisnya. Abu Musa Al-Asy’ari berkata :

“Saya melihat Rasulullah memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)



6. Semua Binatang Yang Diperintahkan Untuk Dibunuh

Di antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi SAW bersabda:

“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent) atau di luarnya: tikus, kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim II/856 no.1198)

Demikian pula cecak, termasuk binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, dia berkata:

“Bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk membunuh cecak, dan beliau menamakannya Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR. Muslim IV/1758 no.2238)

Pada riwayat lain Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa membunuh cecak dengan sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa yang membunuhnya pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada pukulan yang ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)

Di dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi SAW memerintahkan agar membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.



7. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk Dibunuh.

Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

“Sesungguhnya Nabi SAW melarang membunuh empat jenis binatang, yaitu: semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789 no.5267. Dan Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya).

Menurut pendapat sebagian ulama, kodok juga termasuk binatang yang tidak boleh dibunuh. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Utsman, ia berkata:

“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW tentang kodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi melarangnya untuk membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).

Di dalam hadits tersebut, Nabi SAW melarang membunuh binatang-binatang itu berarti dilarang pula memakannya. Sebab, jika binatang itu termasuk yang boleh dimakan, bagaimana cara memakannya kalau dilarang membunuhnya?



8. Keledai jinak (bukan yang liar)

Ini merupakan pendapat Empat Imam madzhab selain Imam Malik dalam sebagian riwayat darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik, ia berkata: Bahwa ada seorang pesuruh Rasulullah SAW yang berseru:

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim III/1540 no.1940)

Adapun keledai liar, maka halal dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir, ia berkata:

“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi SAW melarang kami dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad III/322 no.14490)

Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta Asy-Syarhul Kabir IX/65).



9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya Haram.

Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.

Jabir bin Abdullah berkata:

“Rasulullah mengharamkan -yakni pada saat perang Khaibar- daging keledai jinakr dan daging bighal.” (HR. Ahmad III/323 no.14503, dan At-Tirmidzi IV/73 no.1478)

Dan keharaman ini berlaku untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan yang haram dimakan.



10. Anjing

Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia termasuk binatang buas yang bertaring. Di samping itu Nabi SAW telah mengharamkan harga jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari , ia berkata:

“Bahwa Rasulullah SAW melarang dari harga (jual-beli) anjing, upah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)

Dan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tukang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya jika Allah SWT mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: “Kami diperintahkan untuk membunuh anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR. Muslim III/1200 no.1571)



11. Binatang Yang Buruk Atau Menjijikkan.

Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:

“Dan dia (Muhammad) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)

Namun kriteria binatang yang buruk dan menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja. Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).

Kalau binatang itu tidak diketahui oleh orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di sana, maka dikiyaskan (dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat kemiripannya dengan binatang yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang haram maka diharamkan, dan sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan binatang tersebut maka dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian) masyarakat setempat. Kalau mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-Thabari membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh dimakan, kecuali kalau itu mengandung mudharat.



12. Semua makanan yang bermudharat terhadap kesehatan manusia -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)

Juga Nabi SAW bersabda:

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”. (HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah no.2431)



B. Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor eksternal).

Maksudnya hukum asal makanan itu sendiri adalah halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri atau dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah pelacuran, sesajen perdukunan, dan lain sebagainya.



1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji

Hewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)



2. Binatang Yang Disembelih Tanpa Membaca Basmalah

Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan dagingnya kecuali jika lupa. Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)



3. Bangkai

Yaitu semua binatang yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah SWT berfirman:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)



Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat di atas:

1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang mati karena tercekik.

2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.

3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.

4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.

5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.

6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.

7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.

8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.

9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini berdasarkan hadits

Abu Waqid Al-Laitsi secara marfu’:

“Apa saja yang terpotong dari binatang dalam keadaan binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad V/218 no.21953, Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan ia men-shahih-kannya).

Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan yaitu:

1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.

2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)

3. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Nabi SAW bersabda:

“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)

Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.



4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan Cara Haram

Pada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh . Misalnya, makanan hasil curian,Idengan cara yang diharamkan Allah atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)



5. Jallalah

Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.

Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar, ia berkata:

“Rasulullah melarang memakan Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379r No. 3785, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Umar berkata:

“Rasulullah melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).

Agar Jallalah tersebut menjadi halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan yang bersih atau suci, sebagaimana yang dicontohkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa ia pernah mengurung ayam yang suka makan feses (kotoran atau najis) selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).

Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).



6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur Najis

Contohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi SAW ditanya tentang minyak samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:

“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)

Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula sebaliknya.



Demikian pembahasan tentang kaidah dan kriteria makanan dan binatang yang diharamkan dalam agama Islam yang dapat kami sebutkan. Semoga apa yang kami tulis menjadi amal shalih dan ilmu yang bermanfaat bagi penulisnya maupun pembaca semuanya.



Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar