Oleh : Shinta Rini
Susahnya mencari makanan halal di Korea Selatan bagi para mahasiswa dan mahasiswi di Pusan National University membuat mereka tidak memiliki pilihan menu selain seafood, sayur-sayuran dan non meat (tahu, telur, odeng, dkk). Ditambah biasanya mahasiswa yang tinggal di asrama (dorm) tidak mendapat izin dan fasilitas dapur untuk memasak sendiri makanan yang mereka sukai. Pilihan menu non meat yang tidak banyak di berbagai depot makan dan restoran membuat teman-teman saya mengaku ‘bosan’ dengan menu yang itu-itu saja.
Susahnya mencari makanan halal di Korea Selatan bagi para mahasiswa dan mahasiswi di Pusan National University membuat mereka tidak memiliki pilihan menu selain seafood, sayur-sayuran dan non meat (tahu, telur, odeng, dkk). Ditambah biasanya mahasiswa yang tinggal di asrama (dorm) tidak mendapat izin dan fasilitas dapur untuk memasak sendiri makanan yang mereka sukai. Pilihan menu non meat yang tidak banyak di berbagai depot makan dan restoran membuat teman-teman saya mengaku ‘bosan’ dengan menu yang itu-itu saja.
Beberapa teman yang tinggal di dorm biasanya ditawari fasilitas makanan harian di kantin dengan menu prasmanan yang sudah disediakan. Namun, pilihan menu seafood juga sangat terbatas. Mayoritas menu harian yang disediakan memang lebih banyak pilihan daging-dagingan seperti daging ayam, daging sapi dan daging babi. Dilema memang.
Berbeda dengan para mahasiswa yang membawa serta keluarganya ke Korea, khususnya istri yang bisa memasak makanan berbahan daging dan ayam halal dengan mudah di rumah. Para mahasiswa ini tidak akan merasa kesulitan untuk menikmati makanan halal dan selera masakan nusantara setiap harinya. Biaya makan harian pun bisa lebih murah dibandingkan harus setiap hari makan di depot makan Korea. Kebosanan terhadap menu harian juga bisa diminimalisir oleh sang ‘koki’ dengan menciptakan kreasi masakan yang berbeda setiap harinya. Tak heran para mahasiswa yang membawa istrinya hampir semua berbadan ‘subur’ dibandingkan saat mereka belum bisa membawa istrinya, hehe
Atas dasar cerita dan keluhan teman saya diatas, tercetus ide di dalam benak saya untuk menawari catering harian masakan Indonesia kepada teman-teman mahasiswa yang tinggal di dorm dan tidak membawa keluarganya ke Korea. Alhamdulillah sambutan teman-teman cukup positif saat itu, membuat saya makin bersemangat. Saya sengaja memilih menu masakan Indonesia dengan alasan, saya memang lebih mudah memasak menu ini dibandingkan menu masakan Korea. Selain lidah saya belum terbiasa dengan masakan Korea, saya yakin teman-teman bisa mendapatkan menu ini dengan mudah dan enak di berbagai depot makanan Korea.
Saya mulai berbagi tugas dengan suami saya dalam masalah ‘delivery‘ catering setiap harinya. Saat itu saya dan suami berfikir, karena laboratorium suami dan teman-teman yang saling berdekatan memudahkan suami untuk mengantarnya. Beberapa teman juga mengumpul dalam satu lab, sehingga lebih mudah mengantarnya.
Harga yang saya tetapkan saat memulai bisnis catering adalah 3000 won. Harga ini sudah saya sesuaikan dengan harga makanan di luar, bahkan lebih murah. Sebab dengan harga 3000 won, teman-teman sudah bisa menikmati menu yang bervariasi, dengan menu favorit ayam dan ikan. Di depot makanan, biasanya harga menu makanan dengan sepotong ayam berkisar antara 4000-4500 won.
Dengan modal bismillah dan keyakinan akan dimudahkan oleh Allah, saya memulai bisnis catering harian ini dengan optimis. Dua bulan berlalu dengan lancar, tanpa hambatan dan kendala. Alhamdulillah. Jumlah konsumen catering pun makin bertambah. Ada sekitar 8 orang saat itu. Tiga orang teman meminta catering khusus makan siang dan malam, sisanya adalah makan siang saja. Saya juga pernah melayani konsumen orang Korea dan Vietnam, namun tidak berlangsung lama karena ketidakcocokan lidah mereka dengan sambal terasi dan beberapa menu lainnya. Sempat saya mengganti menu sambal terasi untuk dua konsumen ini dengan saos sambal Indonesia dan mayonaise. Alhamdulillah cocok dengan selera mereka. Selain itu saya juga pernah menerima konsumen orang Malaysia selama satu minggu.
Saya memulai catering harian ini saat bulan September sampai November (sekitar 2,5 bulan). Pada saat itu memasuki musim gugur (autumn). Saat musim panas dan musim gugur awal, harga-harga dipasaran masih terbilang murah karena para petani sayur masih bisa menanam berbagai sayuran di kebunnya. Para nelayan juga masih mudah melaut dan memancing ikan yang beraneka ragam. Namun saat memasuki bulan november (akhir musim gugur), kondisi Korea sudah mulai peralihan ke musim dingin (winter). Para petani harus menanam sayur-sayur di rumah-rumah kaca yang membutuhkan pemanas dan lingkungan yang hangat. Hal ini tentu berpengaruh pada penjualan dan ketersediaan sayur-mayur di pasaran. Stok sayur menjadi terbatas dan harganya pun mahal karena biaya listrik dan pemanas di rumah-rumah kaca para petani sayur.
Ketersediaan ikan pun sama dengan sayur, sebab saat memasuki akhir musim gugur, tidak memungkinkan para nelayan untuk pergi melaut. Akibatnya stok ikan terbatas di pasaran dan harganya melambung tinggi.
Dengan berat hati, saya pun harus menaikkan harga catering harian sebesar 500 won. Sempat dilema juga saya, sebab sebenarnya saya tidak mau menaikkan harga. Namun jika tidak naik, akan berpengaruh dengan menu yang saya sediakan. Untuk beberapa hari sempat saya ‘talangin’, namun saya pikir kurang efektif juga. Akhirnya sekitar 15 hari harga naik menjadi 3500 won. Alhamdulillah teman-teman juga memaklumi kondisi ini.
Perjalanan bisnis catering harian selama 2,5 bulan ini juga tidak selalu mulus dan sesuai dengan harapan saya. Setelah saya jalani setiap harinya ternyata cukup berat dan menguras tenaga saya. Kendala pertama adalah menyediakan ketersediaan bahan untuk memasak catering. Karena saya memilih menyediakan menu masakan Indonesia setiap harinya dengan menu yang bervariasi, saya membutuhkan bahan-bahan sayuran dan bumbu khas Indonesia yang harus saya beli di Asia Mart.
Biasanya saya ke Asia Mart sebulan bisa satu hingga dua kali pergi. Untuk menempuh Asia Mart di daerah Gimhae, saya harus menggunakan bis selama 1,5 jam perjalanan. Jika pulang-pergi (pp), maka perjalanan bis ini harus ditempuh selama kurang lebih 2,5-3 jam. Selain lama, bis Gimhae – Busan ini sangat laju dan bisa membuat mual di perjalanan. Sesampainya di Asia mart, saya juga harus pintar-pintar mengatur pembelian bahan dan bumbu, sebab harga-harga di Asia Mart ini cukup mahal bagi kantong mahasiswa. Jika tidak beli di Asia mart, di pasar tradisional dan supermarket juga susah menemukannya. Sunggu dilema jadinya, hehe
Biasanya saya ke Asia Mart sebulan bisa satu hingga dua kali pergi. Untuk menempuh Asia Mart di daerah Gimhae, saya harus menggunakan bis selama 1,5 jam perjalanan. Jika pulang-pergi (pp), maka perjalanan bis ini harus ditempuh selama kurang lebih 2,5-3 jam. Selain lama, bis Gimhae – Busan ini sangat laju dan bisa membuat mual di perjalanan. Sesampainya di Asia mart, saya juga harus pintar-pintar mengatur pembelian bahan dan bumbu, sebab harga-harga di Asia Mart ini cukup mahal bagi kantong mahasiswa. Jika tidak beli di Asia mart, di pasar tradisional dan supermarket juga susah menemukannya. Sunggu dilema jadinya, hehe
Untuk bahan-bahan yang bisa saya beli di pasar tradisional dan supermarket, biasanya saya belanja untuk menu seminggu sekitar 2-3 pergi. Saya tidak bisa terlalu banyak belanja dan menyimpan stok belanja di kulkas, karena keterbatasan kulkas saya yang berukuran tidak terlalu besar. Untuk memperoleh harga yang cukup ‘terjangkau’, kadang saya harus pergi ke pasar Guseodong, selisih satu stasiun dari daerah tempat tinggal saya. Terbayang saya harus belanja semua keperluan itu bersama anak saya sambil mendorong kereta belanja beroda yang cukup berat. Kadang nabila mengaku ‘capek’ dan ingin cepat pulang kerumah saat menemani saya belanja. Maaf ya nabila..
Kendala kedua, terkait masalah ‘delivery‘ catering ke laboratorium teman-teman. Awalnya saya dan suami berfikir tidak akan ada masalah. Namun, ternyata berdampak juga pada kelancaran pengantaran setiap harinya. Masalah ini biasanya terjadi saat suami harus meeting dengan profesor dan ada jam kuliah di kelas sehingga tidak bisa keluar dengan cepat untuk mengantar catering tepat waktu. Belum lagi kadang beberapa teman meminta diantar ke tempat lain, saat harus berada di luar laboratoriumnya.
Beberapa teman mahasiswa memang tidak mau mengambil catering ke rumah dengan alasan, ‘delivery‘ sudah termasuk di fasilitas catering harian saya. Jika suami saya benar-benar tidak bisa keluar dari lab dengan cepat, ‘terpaksa’ saya harus bergantian mengantar catering ini ke teman-teman saya sambil membawa nabila. Hal ini cukup berat bagi saya, sebab saya sudah lelah memasak dan nabila biasanya juga belum mandi saat itu. Belum lagi perjalanan dari rumah ke laboratorium teman-teman harus ditempuh jalan naik turun gunung. Ditambah ‘omelan kecil’ dari teman yang mengaku udah sangat kelaparan sekali, meski hanya terlambat sekitar 10-15 menit karena kondisi saya yang harus membawa nabila.
Beberapa teman mahasiswa memang tidak mau mengambil catering ke rumah dengan alasan, ‘delivery‘ sudah termasuk di fasilitas catering harian saya. Jika suami saya benar-benar tidak bisa keluar dari lab dengan cepat, ‘terpaksa’ saya harus bergantian mengantar catering ini ke teman-teman saya sambil membawa nabila. Hal ini cukup berat bagi saya, sebab saya sudah lelah memasak dan nabila biasanya juga belum mandi saat itu. Belum lagi perjalanan dari rumah ke laboratorium teman-teman harus ditempuh jalan naik turun gunung. Ditambah ‘omelan kecil’ dari teman yang mengaku udah sangat kelaparan sekali, meski hanya terlambat sekitar 10-15 menit karena kondisi saya yang harus membawa nabila.
Kendala ketiga, setelah menjalani catering harian ini selama 2,5 bulan ternyata berpengaruh pada stamina saya yang memang tidak bisa terlalu capek. Untuk menjadi Ibu Rumah Tangga dan mengurus anak di negeri orang tanpa bantuan seorang pembantu (khadimat) saja sudah membuat lelah. Apalagi ditambah harus menjalani bisnis catering ini. Tak jarang dalam waktu 2 minggu sekali saya ‘selalu jatuh sakit’ seperti flu. Selain dipengaruhi kecapean, kondisi diluar rumah yang dingin saat saya harus berbelanja juga membuat saya sering masuk angin dan influenza.
Belum lagi pekerjaan rumah juga banyak terbengkalai, seperti setrikaan yang menumpuk dan rumah yang berantakan. Waktu belajar homeschooling nabila juga berhasil ‘hanya jalan di tempat alias berhenti total’ saat itu. Kebersamaan waktu bermain nabila juga tersita dengan urusan masak dan cuci kotak-kotak catering untuk disiapkan keesokan harinya. Suami pun akhirnya mengaku ‘cukup berat’ karena masalah ‘delivery‘ catering harian dan mengambil kotak-kotak catering ke masing-masing laboratorium teman-teman juga menguras tenaga dan waktu kerjanya di laboratorium sendiri.
Belum lagi pekerjaan rumah juga banyak terbengkalai, seperti setrikaan yang menumpuk dan rumah yang berantakan. Waktu belajar homeschooling nabila juga berhasil ‘hanya jalan di tempat alias berhenti total’ saat itu. Kebersamaan waktu bermain nabila juga tersita dengan urusan masak dan cuci kotak-kotak catering untuk disiapkan keesokan harinya. Suami pun akhirnya mengaku ‘cukup berat’ karena masalah ‘delivery‘ catering harian dan mengambil kotak-kotak catering ke masing-masing laboratorium teman-teman juga menguras tenaga dan waktu kerjanya di laboratorium sendiri.
Kendala keempat, beberapa teman mulai mengeluhkan ‘bosan dengan menu yang itu-itu saja’. Saya sempat bingung juga, sebab saya selalu mengusahakan variasi menu yang berbeda setiap harinya. Bahkan menu 2 minggu itu tidak pernah sama saya sajikan, selalu berbeda. Saya paling rajin googling untuk menyusun menu harian yang saya buat. Bahkan karena setiap harinya saya update pasang foto menu catering harian di album foto facebook, saya sering mendapat masukan ide menu harian dari teman-teman saya.
Saya juga mendapat kenalan seorang muslimah di Jakarta yang juga mempunyai bisnis catering makanan dan membuka cafe cake dan kue-kue. Kenalan yang baik hati itu mengirimkan 2 buku resep masakan yang berisi menu-menu harian khusus catering dan 30 menu untuk sebulan. Alhamdulillah dengan bantuan teman yang datang ke Korea, buku tersebut bisa sampai di rumah saya. Alhamdulillah sangat membantu saya mengelola bisnis catering dan variasi menu yang saya sediakan setiap harinya. Keluhan dari dua orang teman saya tersebut saya ambil positif dan makin membuat saya mengkreasikan menu-menu yang berbeda dan menarik setiap harinya. Saya anggap wajar keluhan tersebut demi kepuasaan para konsumen catering saya.
Saya juga mendapat kenalan seorang muslimah di Jakarta yang juga mempunyai bisnis catering makanan dan membuka cafe cake dan kue-kue. Kenalan yang baik hati itu mengirimkan 2 buku resep masakan yang berisi menu-menu harian khusus catering dan 30 menu untuk sebulan. Alhamdulillah dengan bantuan teman yang datang ke Korea, buku tersebut bisa sampai di rumah saya. Alhamdulillah sangat membantu saya mengelola bisnis catering dan variasi menu yang saya sediakan setiap harinya. Keluhan dari dua orang teman saya tersebut saya ambil positif dan makin membuat saya mengkreasikan menu-menu yang berbeda dan menarik setiap harinya. Saya anggap wajar keluhan tersebut demi kepuasaan para konsumen catering saya.
Setelah saya dan suami berdiskusi cukup panjang setiap malamnya. Saya mulai berfikir kembali, apakah bisnis catering harian ini bisa saya teruskan dengan kondisi yang cukup memprihatinkan ini. Saya melihat kesibukan saya mengurus catering harian ini berpengaruh pada tugas saya yang lebih utama sebagai pengatur rumah tangga dan pengasuh nabila di rumah (ummu wa rabbatul bait).
Saya merasa tidak bisa optimal melaksanakan kedua tugas tersebut setiap harinya. Suami pun akhirnya terhambat di pekerjaan dan kuliahnya, dimana ini justru lebih utama bagi suami saya dibandingkan urusan ‘delivery‘ catering harian ini. Ditambah lagi harga-harga bahan makanan juga makin lama makin mahal saat memasuki winter. Saya dan nabila juga tidak bisa terlalu sering keluar rumah saat winter karena badan saya dan nabila tidak cukup kuat dan stabil menahan dingin. Setelah berdiskusi dan shalat istikharah, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk berhenti menjalankan bisnis catering ini.
Saya merasa tidak bisa optimal melaksanakan kedua tugas tersebut setiap harinya. Suami pun akhirnya terhambat di pekerjaan dan kuliahnya, dimana ini justru lebih utama bagi suami saya dibandingkan urusan ‘delivery‘ catering harian ini. Ditambah lagi harga-harga bahan makanan juga makin lama makin mahal saat memasuki winter. Saya dan nabila juga tidak bisa terlalu sering keluar rumah saat winter karena badan saya dan nabila tidak cukup kuat dan stabil menahan dingin. Setelah berdiskusi dan shalat istikharah, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk berhenti menjalankan bisnis catering ini.
Dengan bismillah saya menyampaikan ke teman-teman, bahwa saya mungkin akan libur sementara atau selamanya karena saat winter kebutuhan bahan catering naik dan saya tidak bisa terlalu sering keluar rumah karena tidak tahan dingin. Awalnya mereka sempat kaget dan merasa berat hati juga. Namun setelah saya beri pengertian dan melihat kondisi saya juga memiliki anak kecil, alhamdulillah mereka bisa menerima keputusan saya ini. Alhamdulillah saya bersyukur sekali atas penerimaan teman-teman saya. Namun beberapa teman juga masih mencoba ‘merayu’ saya untuk bisa memulai bisnis catering harian ini saat musim semi (spring) tiba di bulan Maret. Saya tidak berani janji khawatir mengecewakan teman-teman saya hehehe
Hari-hari setelah berhenti bisnis catering harian, suasana dan kondisi di rumah menjadi ‘aman terkendali’ hehe.. Alhamdulillah suami bisa fokus di kuliah dan pekerjaannya di kampus. Nabila mendapatkan waktu bermain bersama saya yang sempat hilang. Homeschooling nabila juga mulai bisa teratur dan disiplin dijalankan kembali. Apalagi saat winter, saya dan nabila memang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Pekerjaan saya pun tak lagi terbengkalai. Saya pun kembali fokus menjalani tugas utama saya sebagai ibu pengatur rumah tangga dan pengasuh nabila di rumah (ummu wa rabbatul bait).
Alhamdulillah meski hanya menjalani bisnis catering harian selama 2,5 bulan saja, cukup memberikan pengalaman berharga bagi saya. Pengalaman memanajemen waktu, berkreasi menciptakan menu yang berbeda setiap harinya, mengasah kemampuan wirausaha saya, serta melatih skill memasak saya menjadi lebih baik lagi setiap harinya. Alhamdulillah ini merupakan pengalaman berharga yang tidak bisa mudah saya lupakan. Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah karena telah mengajari saya banyak hal di sekolah kehidupan ini, khususnya saat harus merantau dan jauh dari keluarga di negeri orang..
Alhamdulillah bakat wirausaha yang mengalir di tubuh saya dari nenek dan ibu saya, memang sulit untuk dihilangkan. Meski saya sudah berhenti menjalani bisnis catering harian, namun kesukaan saya untuk berjualan makanan tidak berhenti sampai disini. Saya masih aktif berjualan makanan untuk event-event tertentu, seperti berjualan nasi kuning saat Idul Adha, berjualan risoles ayam keju saat tabligh akbar 2010, menerima pesanan risoles ayam keju teman-teman saya, menerima pesanan sambel goreng teri kacang teman, menjual risoles dan dadar gulung saat ada lomba sepakbola di Sasang, berjualan 300 porsi siomay, 50 nasi ayam bakar, pizza daging dan brownies saat Tabligh Akbar Ust. Arifin Ilham 2011, berjualan martabak daging, bubur ketan hitam dan lumpia saat acara multicultural di Nopodong sport center, menerima pesanan nasi kotak selama 2 hari untuk mahasiswa ITS yang mengikuti lomba paduan suara di Busan dan menerima pesanan kue kotak 50 biji saat acara Universitas Terbuka di Masjid Al-Fattah Busan. Alhamdulillah Luar biasa, Allahu Akbar !! Saya sangat senang sekali
Tongkol bumbu kuning, garang asam ayam, dan gulai ayam |
Tumis kecambah, sayur bobor bayam dan sayur sop oyong |
Kering tempe, sambal teri kacang dan Ikan sebelah saos tiram |
Mie goreng bakso, perkedel jagung, dan bali tongkol |
Ayam bakar, tongkol balado, dan ayam jamur |
Tempe mendoan, tahu bacem, dan martabak telor daging |
Menu harian catering mie ayam |
wah, ynt belom nyoba bikin yang ngelink tulisan lain :D
BalasHapuska, mau dunk resep pizzanya. Dah pernah ditulis ya? :D
Ayo bikin yan..hehe :D
BalasHapusOh ya template yg baru, keren euy ada love2nya :)
Insyallah segera diposting resep pizzanya ya..
subhanallah.. salam kenal mba..
BalasHapusAssalammualaikum wr wb,
HapusSalam kenal juga mbak khansa ^_^
salam kenal mba Shinta, salut sekali dengan usaha cateringnya. semua dikerjakan sendiri. sangat menguras tenaga ya. tapi klo udah bakat nggak bisa dikubur ya...
Hapussukses selalu ya mba.
Salam kenal juga mak Rika..Qt udah colek-colekan di FB ya..ini sy baru baca komen mbak disini,,maaf lama balasnya...^_^
HapusIya mak bener banget, udah terlanjur seneng dan hobi, susah diilangin ya mak..
Makasih mak..Sukses juga buat mak ^_^
pintar masak pula mbak satunih .. keren masha alloh
BalasHapushehehe..Ini masak seadanya Mbak..Seadanya bahan dan bumbu yang ada disini..Memang nggak sekomplit di Indonesia..Setidaknya bisa mengobati kerinduan makanan di kampung halaman ya.. Masih keren mbak Hana dech.. ^_^
Hapusassalamualaikum kakak :D
BalasHapuswaaa jarang" loo kak nemu blog kece kyak gini hoho
salam kenal ya kak.. saya fitriyana. kak bole nanya gak?? gimana sih kak jadi muslimah di korea sana?? sulit gak??
Wa'alaikumsalam wr wb
HapusSalam kenal ya kak Fitriyana :)
Alhamdulillah, terimakasih sudah mampir ke blog saya..Wah ide bagus, nanti sy akan posting tulisan cerita muslimah di korea..Ditunggu ya kak ^_^
oke saya tunggu ya kak ^^
Hapus