[Al-Islam 636] Sistem pemerintahan
yang diberlakukan sekarang –yakni Kapitalis Sekuler– telah nyata gagal
memberikan kesejahteraan. Seorang perempuan yang sejatinya adalah seorang istri
dan ibu bagi anak-anaknya, dalam sistem kapitalis telah berubah menjadi mesin
ekonomi. Dalam sistem kapitalis, perempuan bekerja bukan karena mengakomodir
jargon kesetaraan gender, namun alasan utama pemanfaatan jasa mereka lebih pada
hitung-hitungan ekonomi. Pudjiwati Sayogjo (1989), pakar Sosiologi Pedesaan
IPB, menyatakan bahwa memperkerjakan perempuan lebih menguntungkan. Selain
teliti, tekun dan sifat-sifat lain yang umumnya menjadi ciri khasnya, tenaga
kerja perempuan dipandang lebih penurut dan murah sehingga secara ekonomis
lebih menguntungkan bagi pengusaha.
Fenomena TKI makin menunjukkan nasib
tragis kaum perempuan di Indonesia. Kasus-kasus pilu TKI bertahun-tahun terus
disuguhkan kepada publik. Namun hal itu belum cukup menggerakkan kemauan
penguasa untuk total menghentikan ekspor TKI. Walaupun banyak pihak berteriak
agar pengiriman TKI ditutup, pemerintah hanya melakukan moratorium sementara.
Lagi-lagi motif ekonomi lebih melatarbelakangi kenekadan pemerintah itu.
Kontribusi buruh migran cukup besar dalam memberikan sumbangan devisa negara.
Data Depnakertrans tahun 2006, menunjukkan dari 680.000 TKI di luar negeri,
sebanyak 541.708 (79,6%) di antaranya adalah TKW. Menurut data BNP2TKI, selama
Januari-Juni 2012 saja jumlah remitansi atau kiriman uang TKI sebanyak US$
3,390 miliar atau setara Rp 32,428 triliun – dengan nilai tukar Rp 9.500 per
dolar AS.
Derita Ibu Tanpa Khilafah
Perempuan yang seharusnya menjadi
pembuat ketenangan dan ketentraman keluarga, penjaga anak-anak dan pengurus
rumahtangga, akhirnya dibebani tanggungjawab ‘menyelamatkan’ kondisi ekonomi
keluarga. Sifat kasih sayang yang telah Allah lekatkan kepada para ibu terkikis
seiring interaksi yang terus berkurang akibat mereka meninggalkan rumah. Bahkan
tak jarang dalam hitungan tahun mereka tidak bertemu dengan anak-anaknya karena
menjadi TKW.
Saat bekerja, para perempuan, kaum
ibu ini rentan penganiayaan. Berbagai kezaliman mereka rasakan, gaji tidak
dibayar, dilecehkan, disiksa, diperkosa, bahkan dibunuh. Fungsi ibu sebagai
‘madrasah pertama’ bagi putera-puteri mereka tidak berjalan. Pendidikan Aqidah,
Syari’ah, Akhlak dan pembentukan kepribadian anak yang wajib dilakukan oleh ibu
tidak terjadi. Pengontrolan intensif setiap hari terhadap perkembangan naluri
dan jiwa anak terabaikan.
Kenikmatan seorang ibu saat menjalani
fungsi merawat, mendidik, menjaga dan melindungi serta pendidikan anak tidak
didapat. Kebanggaan mereka menjadi ibu sejati tidak bisa dirasakan. Yang ada
hanyalah kesedihan karena tidak bisa melakukan berbagai fungsinya. Ibu tidak
bisa merasakan ungkapan rasa terima kasih dari anak-anak mereka. Terkadang
justru yang diterima adalah berbagai tuntutan dan kecaman dari anak yang kurang
mendapatkan kasih sayang. Sungguh menyedihkan.
Dampak lanjutannya adalah fungsi
kepemimpinan (qowwam) suami pun pada akhirnya terus terkikis, makin lama akan
hilang. Ketaatan istri kepada suami tidak lagi dijadikan sebagai bentuk
kewajiban dan hormat seorang istri kepada suaminya. Bahkan suami akhirnya tidak
lagi merasa berkewajiban memberi nafkah kepada istrinya, karena sang istri dianggap
sudah sanggup menghidupi dirinya.
Akibatnya ikatan persahabatan
suami-istri berubah menjadi ikatan yang sifatnya formalitas belaka. Struktur
keluarga pun mulai goyah. Peran yang seharusnya dimainkan oleh anggota keluarga
tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, ayah sebagai kepala keluarga yang
berkewajiban memenuhi nafkah keluarga tidak lagi berjalan. Di lain pihak, istri
yang seharusnya ia berperan sebagai sahabat suami dan berkhidmat kepada
suaminya semata karena Allah, tidak lagi ada. Kondisi yang tidak harmonis ini
tak jarang berakhir pada perceraian. Istri tiba-tiba menjadi kepala keluarga,
dan seolah menjadi ‘wali’ bagi anak-anak mereka. Posisi yang ditetapkan Islam
berada di pundak laki-laki dipaksa beralih ke pundak perempuan. Ini adalah
kondisi abnormal yang menyalahi fitrah perempuan itu sendiri. Kondisi ini
terjadi karena Islam tidak diterapkan dalam kehidupan.
Khilafah Memuliakan dan
Menyejahterakan
Dari semua fakta itu sangat jelas
bahwa ide kapitalis-liberal telah gagal menyelesaikan persoalan perempuan.
Sebalinya justru telah sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang
kejahiliyahan dan kegelapan. Betapa tidak, kondisi kaum perempuan saat ini tidak
banyak berbeda dengan nasib perempuan sebelum Islam datang. Apakah kita masih
ingin tetap berada dalam kegelapan dengan terus berharap pada sistem yang rusak
ini? Allah SWT telah memperingatkan kita:
Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit … (TQS. Thaha
[20]:124)
Imam Ibn Katsir menjelaskan maknanya:
”Siapa yang menyalahi ketentuan-Ku, dan apa yang Aku turunkan kepada rasul-Ku,
berpaling darinya dan berpura-pura melupakannya serta mengambil dari yang lain
sebagai pentunjuknya, maka baginya kehidupan yang sempit yakni di dunia.” (Imam
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-’Azhîm).
Karena itu sudah saatnya kita
bergerak membangunkan umat dari keterlenaan. Kegelapan ini tidak akan pernah
beranjak dari umat secara keseluruhan, selama umat Islam terus meninggalkan
aturan-aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Umat akan merasakan kemuliaan dan
meraih kemenangan seperti generasi kaum muslim sebelumnya hanya jika umat Islam
menerapkan aturan Allah dan Rasul-Nya yaitu hukum-hukum Islam secara kaffah
dalam naungan Daulah Khilafah.
Allah SWT menegaskan bahwa tidak ada
hukum yang lebih baik dari hukum-hukum Islam. Allah SWT berfirman: Apakah hukum
Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada
(hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]:50)
Maka, solusi mendasar dari semua
persoalan yang kita hadapi sekarang –yang menyebabkan keterpurukan– ini
hanyalah dengan mencampakkan sistem yang rusak dan kembali kepada sistem yang
mampu memberi jaminan penyelesaian secara tuntas dan adil, yakni sistem yang
berasal dari Zat Yang Maha Sempurna dan Maha Adil, tidak lain adalah sistem
Islam. Sistem Islam telah terbukti selama berabad-abad membawa umat ini pada
kemuliaan dan martabatnya yang hakiki sebagai khayru ummah. Sistem Islam juga
terbukti mampu menjadi motor peradaban dan membawa rahmat bagi seluruh manusia.
Islam memiliki aturan yang
komperehensif yang menjamin keadilan bagi siapapun termasuk perempuan. Hanya
sistem Islam yang memberi solusi atas setiap persoalan kehidupan yang berangkat
dari pandangan yang universal mengenai perempuan. Yakni pandangan yang melihat
perempuan sebagai bagian dari masyarakat manusia, yang hidup berdampingan
secara harmonis dan damai dengan laki-laki dalam kancah kehidupan ini.
Islam telah menetapkan hukum-hukum
syara’ dengan sangat rinci dan detil. Dengan hukum-hukum syara’ inilah, semua
persoalan perempuan akan diselesaikan secara tuntas dan adil. Kemuliaan
perempuan juga akan terjaga. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam yang
menetapkan peran dan posisi yang strategi dan mulia bagi perempuan, yakni
sebagai pendidik dan penjaga generasi. Dan Islam menetapkan fungsi negara untuk
menjamin agar peran dan posisi strategis dan mulia perempuan melalui penerapan
hukum-hukum syara’ secara utuh dan konsisten. Hukum Islam yang total ini tidak
akan berfungsi dengan sempurna kecuali hanya dalam wadah institusi Daulah
Khilafah Rasyidah ’ala minhaj an-nubuwwah.
Khilafah Islam, tidak saja
mempersiapkan kaum perempuan kompeten menjadi Ibu dan pengelola rumah tangga,
namun juga mempersiapkan kaum perempuan agar mampu menjalankan berbagai fungsi
publik yang disyariatkan baginya. Misal sebagai anggota parpol, anggota majelis
umat, dokter, guru, perawat, bidan, serta berbagai keahlian lain yang selaras
dengan fitrah perempuan dan penting bagi eksistensi kepemimpinan peradaban
Islam.
Dalam sistem Khilafah, umat hidup
dalam ketenangan dan rasa aman, karena Khalifah akan memberikan perlindungan
dan pertolongan kapan saja. Tidak dijumpai pada masa Khilafah berbagai tindak
kekerasan dan pelecehan, apalagi kepada perempuan, seperti yang terus terlihat
saat ini.
Wahai Kaum Muslimin
Sudah saatnya umat negeri ini sadar,
termasuk para pemimpinnya, bahwa sistem pemerintahan yang diterapkan saat ini
telah gagal menyejahterakan, bahkan membuat perempuan terhinakan. Jalan terbaik
satu-satunya adalah kembali ke jalan Islam. Jalan yang menjanjikan kemuliaan
manusia sebagai individu maupun umat, melalui penerapan aturan Islam secara
kaffah dalam wadah Khilafah Islamiyah. Aturan-aturan Islam inilah yang akan
menyelesaikan berbagai persoalan manusia secara adil dan menyeluruh, termasuk
masalah kemiskinan berikut dampak turunannya. Dalam sistem ini, para penguasa
dan rakyat akan saling menjaga dan mengukuhkan dalam melaksanakan ketaatan demi
meraih keridhaan Allah. Maka sudah saatnya kapitalisme segera kita campakkan
dan Syari’ah Islam kita terapkan dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj
an-nubuwwah.
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu (TQS al-Anfal [8]: 24)
Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar