![]() |
Cover Buku Majalah D'Rise |
Tak terasa sudah memasuki tahun
keempat kehadiranku dan keluarga kecilku di Korea Selatan. Aku menemani suamiku
yang melanjutkan studi doctoral
(S3) di kota Busan, sebuah kota metropolitan yang letaknya sekitar 5 jam
dari Ibukota Seoul. Dibandingkan Seoul,
Busan bisa dikatakan sebagai kota yang nyaman karena jauh dari kepadatan
populasi, kemacetan kendaraan dan lalu lalang orang yang berdesakan saat menumpang
kereta listrik (subway) di sepanjang stasiun setiap harinya. Busan juga
memiliki suhu yang cukup hangat dan tidak terlalu ekstrim seperti di Seoul.
Saat musim dingin (winter), Busan masih terbilang “hangat” karena suhunya
tidak terlalu dingin dan tidak banyak turun salju. Saat musim panas (summer)
tiba, kota Busan yang banyak dikelilingi pegunungan dan pantai terasa lebih
sejuk dan tidak sepanas di Seoul.
Meski jarak Busan - Seoul cukup jauh
tetapi kebudayaan dan gaya hidup penduduk Busan tidak jauh berbeda dengan
penduduk Seoul. Bisa dibilang kalau negara Korea Selatan adalah negara yang
paling homogen setelah Korea Utara. Para penduduknya memiliki karakter yang
khas yaitu mereka tidak ingin tampil berbeda dengan orang lain. Pokoknya orang selalu
ingin sama dengan orang lain. Ketika media Korea Selatang memuji artis Jang
Geun Seok sebagai pria terganteng dan artis Kim Hyo Jin sebagai artis tercantik
maka semua orang berbondong datang ke klinik kecantikan untuk mengubah wajahnya
seperti dua artis tersebut. Wajar jika wajah orang Korea Selatan bisa dibilang
“mirip semua”. Ada teman yang menyelutuk
kalau wajah orang Korea sama semua karena cetakan wajah yang ada di
klinik operasi sama dengan artis-artis idolanya.
Kebanyakan orang Korea Selatan memandang bahwa
operasi plastik itu sah-sah saja. Mereka sudah tidak segan-segan lagi melakukan
operasi plastik untuk mengubah dan menyempurnakan bentuk tubuhnya sesuai
keinginan hatinya. Klinik operasi
plastik menjamur dimana-mana. Di daerah Gangnam yang terkenal dengan klinik
operasi plastik terbaik di Korea, sangat mudah menemui klinik yang tersebar di
daerah itu. Sekitar 500 klinik operasi plastik yang besar dan kecil ada disana.
Kota kecil dan pedesaan juga tak luput dari keberadaan klinik operasi plastik.
Aku sendiri sempat kaget ketika pertama kali datang ke Korea dimana banyak
kutemui iklan klinik operasi plastik yang tersebar di tempat umum, baik di
transportasi, iklan layanan masyarakat, iklan di surat kabar, iklan televisi dan
di rumah sakit. Aku yang selama ini menganggap bahwa operasi plastik adalah
sebuah upaya penipuan diri dan tentu saja berdosa di dalam Islam sangat
membenci keberadaan operasi plastik yang ada di kota Busan. Menurut pendapatku,
orang yang melalukan operasi plastik sebenarnya memiliki kepribadian yang
rapuh, tidak mensyukuri anugrah Allah dan memandang rendah dirinya sendiri.
Operasi plastik di Korea Selatan
dianggap sebagai mekanisme survival mereka. Artinya seseorang sangat
menggantungkan operasi plastik sebagai cara agar mereka bisa tetap bertahan
hidup dan eksis di dunia. Seseorang dikatakan bahagia jika dia sudah melakukan
operasi plastik dan jika kita berusaha tampil apa adanya saja, maka kita akan
tersingkir dari kultur sosial. Miris tapi ini nyata terjadi. Sungguh
menyedihkan ketika seorang teman atau kerabat yang kita kenal hanya memandang
kebaikan dan kesuksesan hidup dari tampang yang dimiliki. Bisa dikatakan kalau
warga Korea sendiri sangat rasis terhadap rasnya sendiri. Mereka memiliki
penilaian subjektif yang tidak bisa ditawar dan dinegosiasikan.
Dulu ras Korea Selatan terkenal
sekali dengan wajahnya yang bulat, rahang yang besar, wajah yang kotak, bermata
sipit dan berhidung pesek. Namun setelah masuknya budaya barat ke negeri Korea
Selatan maka perubahan paradigm terjadi. Semua orang memandang Amerika sebagai
kiblat mereka. Mereka sangat mengagumi dan ingin memiliki struktur wajah dan
tubuh yang sama seperti orang Amerika pada umumnya. Menurut mereka, seseorang
dikatakan cantik apabila memiliki wajah yang cantik, hidung yang mancung,
kelopak mata yang besar, hidung yang bulat, dagu yang lancip, tubuh yang
langsing dan payudara yang berisi. Tidak jauh berbeda jika mereka memandang
pria yang ganteng adalah pria yang kekar, tinggi, memiliki wajah yang panjang,
hidung mancung dan memiliki wajah yang terawat.
Ada satu pola pikir yang cukup “menonjol”
di Korea Selatan yaitu, sesorang akan memandang orang lain dari penampilan
luarnya saja. Pepatah “Don't judge a book by its cover ” tidak berlaku
disini. Mereka mengaku bisa menilai baik buruk seseorang hanya dengan melihat
penampilannya saja. Ini sangat menarik karena selama ini kita beranggapan kalau
kita sulit menilai seseorang dari penampilan luarnya saja. Penampilan luar
sangatlah menipu. Seseorang yang sederhana dan tidak cantik bukan berarti dia
orang yang buruk akhlaqnya. Kita sering menilai kalau kecantikan wajah yang
tidak dibarengi inner beauty (kecantikan jiwa) maka bukanlah apa-apa. Seseorang
yang memiliki akhlaq mulia dan perilaku yang baik tentu lebih baik
kepribadiannya.
Kabarnya seseorang yang melamar
pekerjaan akan menghabiskan uang yang banyak untuk melakukan operasi plastik agar
penampilan mereka cantik, langsing dan menarik. Keahlian dan prestasi bukanlah
alasan kuat diterimanya mereka di tempat kerja. Makin cantik dan ganteng, maka
dia berpeluang besar untuk diterima. Inilah yang mendorong para orang tua untuk
memberikan hadiah operasi plastik saat anaknya libur panjang sekolah, dimana
mereka bisa menjalani operasi plastik dan pemulihannya selama liburan. Saat
anak-anak lulus SMA, orang tua juga segera mengantar anaknya pergi ke klinik
kecantikan untuk mengubah penampilannya agar lebih menarik. Operasi paling
dasar yang dilakukan anak-anak SMA adalah membuat lipatan mata agar mata
terlihat besar dan kelopak mata terbentuk. Saat melihat anak-anak SMP, aku
sering melihat wajah yang masih alami dan bentuk wajah yang masih kotak, dan
tubuh yang sedikit gempal. Namun buatku itu terlihat lebih cantik dan sehat.
Karena warga Korea Selatan sangat
memperhatikan penampilan, maka setiap orang memiliki sense of fashion
yang sangat tajam sehingga mereka sangat fashionable sekali
sehari-harinya. Saat pertama kali menginjakkan
kaki di Korea Selatan, aku sangat terkejut dengan orang-orang yang kutemui di
sepanjang jalan. Semua terlihat sangat fashionable , bak melihat manekin
berjalan. Mirip fashion show yang sering kita lihat di layar kaca. Baik itu
wanita maupun pria. Baik nenek-nenek, ibu-ibu, remaja dan anak-anak sekalipun. Sejak
kecil orang tua Korea sangat memperhatikan penampilan anak-anaknya. Pakaian,
sepatu, tas dan aksesoris yang dipakai biasanya bermerk mahal. Tatanan rambut
juga tak kalah cantiknya karena sejak kecil mereka sudah diperkenalkan dengan
perawatan rambut di salon rambut. Jumlah salon ini juga sama banyaknya dengan
klinik operasi plastik. Setiap selisih 1 blok jalan, selalu ada salon perawatan
rambut. Toko kosmetik pun bak jamur di musim hujan, selalu menawarkan diskon
dan sale yang menarik pengunjung.
Kondisi yang kutemui di Korea
Selatan tidaklah serta merta merubah pandanganku dan ikut-ikutan seperti
mereka. Alhamdulillah aku dan putriku bersyukur diberi keteguhan iman dan
keistiqomahan untuk mengenggam iman di dada kami. Meski setiap mata memandangku
dan putriku setiap keluar rumah dengan menggunakan kerudung dan jilbab yang
menutupi seluruh tubuh. Tak sedikit orang yang kutemui berdecak heran dengan
penampilanku. Mereka yang penasaran tak segan menanyakan apa yang ada di
kepalaku? Topi apa yang kupakai?. Ya, ternyata meski kecepatan koneksi internet
negeri mereka tercepat di dunia dan tekhnologi mereka sangat pesat, pengetahuan
mereka tentang agama Islam sangatlah minim. Mereka tidak mengenal apa itu
kerudung yang digunakan para muslimah saat keluar rumah. Mereka pikir kerudung
adalah pakaian tradisional Indonesia saja.
Memakai kerudung saat musim panas
memiliki tantangan terberat menurutku. Setiap keluar rumah, semua orang yang
kutemui akan memandang aneh dan risih penampilanku. Saat mereka bebas membuka
aurat mereka dengan pakaian mini, sangat kontras dengan penampilanku yang serba
tertutup. Sering mereka bertanya, “ apa tidak kepanasan?”. Banyak temanku dan
orang yang kutemui menyuruhku melepas kerudung karena saat ini aku berada di
Korea. Saat aku menjawab bahwa aku tidak bisa melepas kerudungku karena Tuhanku
yang menyuruhku, mereka segera menjawab cepat “ Oh Tuhanmu tidak akan tahu,
karena kamu sekarang ada di Korea maka ikuti saja kebudayaan disini. Kamu bisa
pakai kalau pulang ke Indonesia”. Aku hanya menjawab singkat, “Tuhanku selalu
melihatku dan aku senang memakai hijab ini”. Mereka hanya diam sambil
menganguk-angukkan kepalanya.
Putriku yang bersekolah dengan
berkerudung juga beberapa kali cerita diminta gurunya melepas kerudung dan
menggunakan baju lengan pendek agar tidak kepanasan. Namun putriku selalu
menolaknya dan menjawab “ tidak apa-apa bu guru, ini tidak panas kok. Saya
sudah terbiasa jadi tidak merasa kepanasan”. Alhamdulillah meski berkerudung,
putriku tetap diterima baik di sekolahnya. Teman-temannya juga tak segan
mengajaknya bermain. Maka saya sering sedih ketika melihat beberapa teman yang
melepas kerudungnya saat berada di Korea. Aku selalu berdoa semoga Allah selalu
meneguhkan seluruh muslimah di Korea agar bisa istiqomah dan bangga dengan
kerudung dan jilbab yang dipakai. Ini adalah bentuk ketakwaanku pada Rabbku.
*Note : Tulisan ini dimuat di Majalah Remaja Islam D'Rise Edisi April
wah salut bisa mempertahankan jilbabnya di negri minoritas Islam...
BalasHapuswah tulisan yang bagus makasih udah mencantumkan drise... tpi bisa gak ya majlah remaja islam drisenya di kasih link ke web drise http://drise-online.com/
BalasHapuswah salut mbak, anak mbak juga keren bisa mempertahankan jilbabnya
BalasHapusmbak mau tanya, mbak tinggal di korea? kalau iya, punten bisa diceritakan bagaimana mbak bisa pergi ke korea
mohon sharingnya