Saat
putra saya belum lahir, merapikan rumah adalah pekerjaan yang paling saya sukai.
Setiap harinya saya selalu menjadwalkan sekitar 1 jam untuk merapikan rumah.
Setiap Sabtu, biasanya saya jadwalkan waktu khusus untuk merapikan rumah dalam
rentang yang cukup lama sekitar 1-3 jam. Biasanya saya melibatkan suami dan
putri saya yang berusia 7 tahun untuk berbagi tugas. Untuk jadwal merapikan
rumah harian biasanya cukup merapikan kamar setelah tidur, membereskan ruang
keluarga, merapikan perabotan dapur setelah dipakai memasak dan mencuci,
melipat pakaian yang sudah dijemur dan merapikan meja kerja. Sedangkan jadwal
merapikan rumah mingguan biasanya meliputi : menguras dan menyikat area kamar
mandi, membereskan dapur dan menyusun perabotannya, merapikan isi kulkas dan
isi lemari dapur, memilah dan merapikan buku di lemari, dan memilih baju-baju
di lemari yang sudah tidak terpakai lagi. Sore harinya tak lupa kami luangkan
waktu untuk menikmati akhir pekan dengan bermain di taman atau menikmati sajian
kue buatan saya.
Setelah kelahiran putra saya,
kegiatan merapikan rumah masih bisa dikerjakan sampai dia berusia satu tahun. Masuk
usia 15 bulan keatas, mulailah saya kewalahan menjadwalkan kegiatan merapikan
rumah ini. Saya mulai merasa sedih karena merasa tidak optimal mengurus rumah.
Saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mendampingi putri dan putra saya
bermain dan belajar. Dapur yang selalu bersih saat saya selesai masak, terpaksa
harus ditunda dulu bersih-bersihnya sampai suami bisa menemani anak-anak
bermain. Kegiatan diluar urusan rumah juga tak kalah repotnya. Saya harus
bolak-balik ke toko souvenir untuk mengirim pesanan souvenir Korea ke pembeli
di Indonesia. Mengelola beberapa grup diskusi di facebook. Serta menulis dan
mengikuti kajian setiap minggunya. Sungguh tidak ada habisnya kesibukan di
rumah setiap harinya.
Suami yang saat itu melihat kegelisahan saya
berusaha menghibur dan menyakinkan saya kalau beliau tidak menuntut rumah selalu
tampak rapi. Beliau memahami karena kegiatan bersama anak-anak membuat rumah
sulit untuk dirapikan setiap saat. Beliau hanya meminta supaya rumah tak lupa disapu
setiap hari dan anak-anak bisa terawat dengan baik. Oh ya sebenarnya ada satu
hal yang sering dikeluhkan suami akhir-akhir ini. Beliau berkali-kali
menyarankan saya untuk membuang barang jika saya memasukkan barang baru ke
dalam rumah. Motto beliau : “masuk barang satu, berarti keluar barang satu”.
Nah ini mungkin sumber masalah kenapa rumah saya sulit di rapikan hehe.
Sebenarnya
rumah yang saya tempati ukurannya tidak terlalu besar, tetapi jumlah barang yang
ada di dalamnya membuat rumah saya sempit dan sumpek seperti gudang. Selain
stok souvenir Korea yang terus menumpuk, saya hobi banget mengoleksi
barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Hobi ini muncul ketika
saya tinggal di Korea dimana banyak toko-toko second yang menjual buku-buku, hanbok, mainan dan pernak-pernik
unik yang menggoda untuk dibeli. Saya juga sering tergiur membeli buku dan
mainan second dari sebuah grup
facebook warga asing yang tinggal di Korea. Mereka biasanya menjual barang-barangnya
saat akan kembali ke negeri asalnya. Guru Korea juga sering menghadiahi
buku-buku hingga rak buku penuh. Juga buku-buku sekolah putri saya yang diberi
gratis setiap tahunnya. Ditambah lagi begitu mudahnya mendapatkan perabotan
rumah yang gratis setiap saya menyusuri perumahan dan jalan-jalan di sekitar
rumah.
Inilah
uniknya Korea. Mereka terbiasa membuang barang-barang yang tidak terpakai di
depan rumahnya atau di pinggir-pinggir jalan agar bisa digunakan oleh orang
yang membutuhkan, demikian penjelasan guru Korea saya. Barang yang dibuang
bukanlah barang yang rusak tetapi masih layak terpakai hanya mereka sudah tidak
membutuhkan lagi. Bahkan sering terlihat masih seperti baru. Bingung juga
kenapa barang-barang ini dibuang begitu saja. Beberapa hasil “hunting” yang sukses
saya kumpulkan di rumah adalah meja belajar lipat, kipas angin, tas cangklong,
kursi, rak buku, mainan, buku, kamus korea dan lain sebagainya. Awalnya ragu saat
pertama kali mengambil barang-barang bagus yang tergeletak di pinggir jalan itu,
namun karena guru Korea dan teman-teman Korea bilang boleh diambil dengan
bebas, jadi keterusan dech hehe.
Setiap
saya membawa pulang barang-barang penemuan dan barang belanja di toko second, suami sudah sering mengingatkan
“barang apa lagi yang mau dibuang, Ummi? Nanti Abi yang taruh di pinggir jalan
dech”. Saya selalu ngeles, “ jangan
Abi, sayang kalau kita buang barang. Nanti belinya mahal. Udah tenang aja Bi,
pasti kepake kok barangnya”. Kadang barang-barang penemuan itu memang jarang
digunakan, jadi mubazir juga sebenarnya hehe. Lama-lama suami capek juga dengan
rayuan saya, akibatnya rumah berubah menjadi gudang. Saya sendiri juga pusing
bagaimana merapikan rumah yang penuh dengan barang ini hehe. Sampai akhirnya
saya mendapatkan materi kuliah Bunda Cekatan “Menata rumah bak hotel bintang
lima”. Wah anugrah sekali materi kuliah
Ibu Septi sore itu. Tertohok sekali saya mendengar penjelasan Ibu Septi, karena
semua yang disampaikan saya banget. Malu banget dech pokoknya, saya seperti
diceramahi sama Ibu Septi hehe. Alhamdulillah, sekarang saya mendapatkan solusi
jitu untuk mengubah gudang di rumah saya menjadi hotel bintang lima.
Sesampainya
suami di rumah, saya langsung menceritakan isi kuliah Ibu Septi. Dengan
semangat saya bilang kalau materi kuliah sore itu benar-benar telah mengubah
hidup saya hehe. Saya bertekad ingin mengubah rumah kami bak hotel bintang
lima. Mau tahu tanggapan suami setelah mendengar cerita saya ? Beliau tertawa terbahak-bahak
dan bilang, “lho apa yang disampaikan Ibu Septi kan sama seperti yang sudah Abi
sering bilang ke Ummi. Stop aja beli barang-barang second dan jangan bawa pulang barang-barang penemuan di pinggir
jalan lagi. Ummi harus rela buang barang-barang yang nggak Ummi pakai supaya
nggak menumpuk seperti gudang”. Mendengar nasehat suami, saya meringis malu saja.
Memang sih suami sering bilang, tapi saat Ibu Septi yang menyampaikan kuat
sekali pengaruhnya karena mungkin sama-sama seorang Ibu rumah tangga yang tahu
tetek bengek urusan rumah sepertinya ya.
Isi
kuliah Menata Rumah bak hotel bintang lima yang disampaikan Ibu Septi
benar-benar mudah untuk diterapkan. Dari kuliah itu saya mulai menggali sumber
masalah saya. Ternyata saya terlalu sayang untuk membuang barang yang sudah
tidak lagi memiliki nilai manfaat. Pikiran “aah sayang dibuang, nanti pasti
terpakai dan sulit kalau beli lagi” harus saya buang jauh-jauh. Bu Septi bilang
“ hanya beli dan simpan barang-barang yang benar-benar dibutuhkan dan kita bisa
merawatnya. Saat barang tersebut tidak digunakan selama 6 bulan berturut-turut,
maka membuangnya adalah solusi yang tepat. Kata-kata Ibu ini tersimpan kuat di
memori saya. Kadang sempat terpikir juga, barang-barang ini toh tidak bisa saya
bawa semuanya ke Indonesia. Pasti di Indonesia juga ada. Biaya kirim dari Korea
ke Indonesia juga mahal, sayang kan uangnya habis untuk biaya kirim barang saja.
Sampai Indonesia juga belum tentu terpakai kan? Jadi sekarang saya selalu pikir
ribuan kali sebelum membeli barang baru. Kalau hunting barang second dan barang tergeletak di pinggir
jalan sudah lama saya tinggalkan. Sudah insyaf hehe.
Kejadian
lainnya yang membuat saya tersadar adalah ketika saya berkali-kali main ke
rumah guru Korea dan teman Korea. Rumah mereka terlihat bersih, rapi, dan
nyaman seperti hotel bintang lima. Saya sempat bingung dan penasaran bagaimana
mereka mengerjakan itu semua tanpa bantuan asisten rumah tangga dengan seabrek
kegiatan mereka di luar rumah. Saya mulai aktif mencari tahu dengan menanyakan
langsung ke mereka saat berkunjung ke rumahnya. Tak sampai disitu, saya juga hunting buku-buku penataan rumah
berbahasa Korea yang banyak tersedia di toko buku. Meski tidak mengerti 100%
isi buku itu tapi dengan melihat foto-foto dan step by step yang ada membuat saya tambah semangat menata rumah.
Saya
juga banyak mendapatkan pembelajaran dari teman-teman yang bekerja paruh waktu
(part time) di restoran Indonesia milik
orang Korea tentang bagaimana cara membersihkan dan merawat perabotan dapur. Teman-teman
Indonesia yang menikah dengan warga Korea (mixmarried)
juga tak luput untuk saya ambil ilmunya dalam hal merapikan rumah ini. Kalau saya
perhatikan, rumah mereka juga sangat rapi sekali. Sepertinya Ibu Mertua dan
keluarga Korea juga mengajarkan kebiasaan merapikan rumah yang baik ke
teman-teman saya. Teman-teman yang kerja di pabrik Korea juga tidak segan untuk
sharing kepada saya saat ditanya
tips-tips merawat barang-barang yang digunakan di pabrik.
Seperti
halnya orang Jepang yang menggunakan ilmu Kaizen, maka orang Korea juga
menerapkan ilmu Kaizen ini untuk mengatur dan merapikan rumahnya hingga
terlihat bak hotel bintang lima. Biasanya mereka membuat jadwal harian dan
mingguan untuk membersihkan dan merapikan rumah. Mereka sangat disiplin dan
keras terhadap jadwal yang sudah dibuatnya. Orang Korea tidak memiliki asisten
rumah tangga atau babysitter. Mereka selalu
mengerjakan sendiri urusan memasak, membersihkan dan merapikan rumah juga
mengasuh anak-anak mereka. Saya yang terbiasa dibantu asisten rumah tangga saat
masih tinggal di Bandung terpaksa harus menjadi full time mother. Waw ternyata sangat menguras tenaga dan pikiran
juga ya hehe.
Orang
Korea terbiasa bangun jam 6 pagi untuk membuat sarapan keluarganya. Persiapan
memasak yang praktis dan simple
membuat urusan memasak di dapur tidak membutuhkan waktu lama dan dapur selalu
bersih. Tentu berbeda dengan masakan Indonesia yang butuh persiapan banyak dan
bumbu-bumbu yang komplit. Masak di dapur pasti selalu bikin heboh dan membuat
cucian piring menumpuk hehe. Setelah mengantar anak ke mobil jemputan sekolah
biasanya mereka mulai mengerjakan tugas merapikan rumah, mencuci, berbelanja di
pasar, memasak, dan lain sebagainya. Saat jam makan siang, mereka sudah
menyelesaikan semuanya. Waktu yang tersedia banyak membuat mereka selalu
mencari kesibukan baik diluar rumah maupun di rumah. Kegiatan membuat prakarya handmade, menjadi volunteer guru bagi Ibu rumah tangga yang ingin belajar bahasa
Korea, berkumpul melakukan serangkaian kegiatan sosial dsb.
Kebanyakan
warga Korea tinggal di apartemen. Ruangan apartemen mereka memang tidak seluas
rumah-rumah di Indonesia. Namun mereka tetap bisa menciptakan suasana rumah
yang nyaman dan lapang. Kuncinya yaitu meminimalisir barang-barang yang mereka
gunakan agar tidak memenuhi ruangannya. Perabotan rumah berukuran besar seperti
sofa, lemari, kasur, kulkas, kursi meja dan lainnya yang sudah tidak mereka
butuhkan, biasanya diletakkan di pinggir jalan dengan ditempeli stiker pajak
kebersihan. Mereka tidak terbiasa menggunakan peralatan dengan masa pemakaian
yang panjang. Bisa jadi karena tekhnologi peralatan rumah tangga selalu
berkembang sehingga mereka menggantinya dengan peralatan yang baru sebelum
waktunya rusak. Mereka senang membeli peralatan yang bagus dan terbukti
manfaatnya. Mahal sedikit tak apa asal kualitasnya bagus, begitu pesan mentor
Korea saya. Saya perhatikan mereka sangat menjaga perabotan dan peralatan yang
dipakai sehari-hari, jadi memang tidak mudah rusak. Selain itu kualitas
perabotan Korea juga tinggi standarnya. Dan mereka bangga menggunakan produk
buatan mereka dibandingkan produk luar negeri yang serupa.
Perputaran
barang di apartemennya sangatlah cepat. Jika tidak bisa merawat lagi atau ada
perabotan yang lebih canggih, mereka biasanya segera mengeluarkannya dari
rumah. Kebalikan sekali dengan sifat saya yang terlalu sayang membuang barang
kalau tidak benar-benar rusak hehe. Mereka tidak perlu repot-repot mencari
tempat sampah umum untuk membuang barang. Mereka hanya menelpon pihak toko second untuk diangkut barangnya keluar
dari rumah. Kalau barang berukuran kecil cukup di letakkan diluar rumah saja.
Biasanya kalau ada yang membutuhkan, bisa diambil secara bebas. Jika tidak ada
yang mengambil biasanya pihak kebersihan di daerah tersebut akan mengambil
barang-barang tersebut dengan mobil pick
up atau kereta dorong. Sehari saja barang diletakkan biasanya sudah tidak
ada lagi keesokan harinya. Ternyata koleksi barang-barang yang menumpuk di
rumah saya seharusnya juga rutin dikeluarkan sehingga tidak sesak seperti
gudang ya hehe.
Untuk
menyiasati rumah agar terkesan luas dan tidak terlihat banyak barang kebanyakan
apartemen dan rumah terpasang furniture
built in. Furniture ini bisa berupa lemari built in, yaitu sebuah lemari yang dipasang pada ceruk sebuah
tembok, sehingga permukaan lemari sejajar dengan keseluruhan dinding atau tembok.
Biasanya terdapat banyak lemari built-in
yang di desain sampai langit-langit rumah sehingga menyediakan ruang yang cukup
besar untuk menyimpan banyak barang. Untuk ruangan kamar biasanya dibikin
lemari built in berlapis kaca yang
menciptakan kesan ruangan yang luas dan cahaya yang terang. Hampir semua
ruangan terdapat lemari built in
sehingga saat kita berkunjung ke rumah mereka terkesan rapi, luas dan terawat.
Pasti
penasaran kan bagaiamana tata letak barang-barang itu di lemari? Saat saya
melihat isi lemari mereka, cukup terpesona juga karena sangat rapi dan teratur
sekali. Warga Korea terbiasa mengatur letak barang-barang di rumahnya dengan
membuat kategori-kategori jenis barang. Pertama-tama mereka menyiapkan
kotak-kotak yang bisa mereka dapatkan dari kotak kemasan makanan, kotak sepatu,
kotak susu dan lain-lain untuk menyusun barang-barang sesuai dengan jenisnya. Dengan
cara ini mereka telah melakukan daur ulang yang bermanfaat bagi lingkungan. Kotak
tersebut mereka lipat dan hias dengan kertas kado/kain lalu dipakai untuk
menyimpan barang yang ada. Tampilan isi lemari pun menjadi sangat menarik dan
tertata cantik.
Disini
sangat mudah mendapatkan kotak-kotak penyimpanan berbagai ukuran, model dan
fungsi dengan harga yang sangat terjangkau di toko serba ada, DAISO namanya.
Kita hanya tinggal memilih kotak yang sesuai dengan kebutuhan kita. Kotak itu
biasanya diberi sekat-sekat sehingga mudah membuat klasifikasi barang agar
tertata rapi, mudah diambil saat dibutuhkan, dan tidak sulit dicari karena isinya
tidak tercampur satu sama lain. Menghemat waktu kan kalau buru-buru mencari
barang, kita mudah menemukan kalau tertata rapi dan tidak tercampur baur.
Cara
menyusun dan merapikan baju di lemari pun ada seninya. Berikut ini tata cara
pengaturan baju dan barang-barang di lemari pakaian yang biasa mereka lakukan.
Gunakan kotak-kotak yang bisa digunakan untuk menyimpan barang sesuai kategori,
seperti kotak khusus baju kaos, kotak celana panjang, kotak pakaian dalam,
kotak berisi pakaian dalam, dan kotak berisi kaos kaki. Mereka senang melabeli
kotak dengan nama barang supaya mudah dicari. Sebelum memasukkan pakaian ke
dalam masing-masing kotak, lebih baik dipilih-pilih terlebih dulu : baju yang
jarang dipakai karena sudah kekecilan, sudah lama modelnya, dan rusak
dipisahkan di kotak terpisah. Nantinya baju-baju ini bisa di make
over modelnya sehingga bisa dipakai lagi dengan style yang baru. Jika baju sudah tidak bisa diperbaiki lagi karena
sulit untuk dijahit kembali atau sulit di make
over, mereka membuangnya ke tempat sampah khusus pakaian yang sudah
disiapkan pemerintah berupa kotak besar berwarna biru layaknya kotak pos surat.
Melipat
pakaian pun ada tehniknya. Sebisa mungkin pakaian dilipat hingga berbentuk
kotak persegi / amplop. Mereka terbiasa menyusun pakaian yang sudah dilipat
dengan posisi menyamping dan bersekat-sekat. Biasanya kita menumpuk pakaian
dalam posisi mendatar (horizontal) kan?
Nah mereka menyusun dalam posisi miring (vertical)
sehingga saat ingin mengambil baju bergambar bunga. kita bisa melihat motif
bunga menyembul di kotak dan mengambilnya pun tanpa harus mengeluarkan baju
satu persatu. Praktis dan mudah. Untuk menyusun pakaian dalam dan kaos kaki
biasanya mereka menggunakan bahan plastik bersekat kotak-kotak. Bisa dibuat
dengan menyusun sekat-sekat berbentuk kotak dalam jumlah banyak. Mereka juga
biasa membuat kotak sekat itu dengan menyusun kotak susu UHT dengan posisi
sejajar dan memasukkan satu pakaian dalam ke dalam kotak susu. Begitu juga
dengan kaos kaki. Dijamin akan mudah mengambil pakaian dalam yang kita inginkan
tanpa harus mengacak-acak semuanya.
Untuk
menyusun mainan anak-anak, mereka biasanya meletakkan di sebuah kotak kontainer
dan dilabeli sesuai dengan jenis mainannya. Misalnya : kotak mainan boneka,
kotak mainan lego, kotak mainan kartu, kotak mainan bola dan lain-lain. Mereka
menyimpan dengan posisi yang rapi. Jika anak ingin mainan boneka, maka orang
tuanya akan memberikan kotak mainan boneka. Saat ingin bermain lego, anak-anak
harus merapikan dulu semua bonekanya ke dalam kotak untuk ditukar dengan kotak mainan
lego. Begitu seterusnya. Anak-anak Korea juga sudah sejak dini dilatih merapikan
peralatan pribadi yang dipakainya di dalam sebuah loker dan menyimpan semua
peralatan yang digunakan agar nanti mereka mudah mengambilnya. Kebiasaan baik
ini diajarkan sejak TK. Dilatih lebih sering di rumah, Alhamdulillah kebiasaan
ini menjadi karakter pribadi yang disiplin, teratur dan rapi saat dewasa kelak.
Saat
saya membuka laci-laci di rumah mereka, terlihat isi laci yang tertata rapi
dengan sekat-sekat terbuat dari triplek yang tingginya kira-kira 3 cm. Mereka
biasanya membuat sekat-sekat dari karton/ plastik / triplek. Kalau tidak mau
repot, biasanya mereka membeli keranjang kotak bersekat banyak untuk menyimpan
barang-barang sesuai dengan klasifikasi jenisnya. Misalnya sendok disimpan
terpisah dengan garpu dengan posisi sejajar (horizontal) bukan berdiri (vertical),
sumpit sendiri, sendok teh sendiri, pisau roti sendiri. Saat kita mencari
sendok, maka kita tinggal melihat isi laci dan mengambil sendok tanpa harus
mengacak-acak seluruh isi laci. Praktis dan mudah ya.
Lalu
bagaimana dengan isi kulkasnya? Saat saya ada cooking class masakan Korea di rumah guru Korea, terlihat isi
kulkas yang sangat rapi. Kulkas tak ubahnya lemari yang terusun rapi dari
beberapa kotak-kotak keranjang dan wadah kedap udara yang dilabeli satu
persatu. Mereka biasa menyimpan bahan makanan dalam sebuah zipper bag plastic (plastik zipper) agar makanan tetap segar dan
higienis. Serta mudah disusun di dalam rak-rak di dalam kulkas. Tak lupa
menuliskan tanggal kadaluarsanya di setiap wadah penyimpanan. Setiap rak kulkas
diberi alas plastik yang mudah diganti/ dibuang jika terkena tumpahan air. Penggunaan
wadah penyimpanan kedap udara dan plastik zipper membuat kulkas tidak bercampur
aduk baunya. Untuk makanan yang berbau menyengat seperti kimchi (asinan sayur
khas Korea) dan kimchi bawang putih, mereka menyusunnya di wadah kedap udara
dan diletakkan di kulkas terpisah, kulkas kimchi namanya. Dengan wadah
kaca/plastik bening memudahkan kita mencari bahan makanan yang diinginkan. Untuk
menyimpan sayur-mayur, mereka menggunakan kertas koran agar sayur tidak cepat
membusuk. Sebisa mungkin mereka tidak membeli bahan makanan banyak supaya tidak
menumpuk di kulkas terlalu lama. Perputaran isi kulkas juga sangat cepat.
Setelah
urusan merapikan rumah selesai, yang tak kalah pentingnya adalah merawat
perabotan rumah. Biasanya mereka lebih senang menggunakan cuka (vinegar) untuk membersihkan perabotan
rumah, membersihkan noda di pakaian, menyikat tempat cuci piring, membersihkan
kaca jendela, mengilapkan furniture kayu dan lain-lain. Untuk membersihkan kain
yang sangat kotor, mereka menyiapkan baskom/panci aluminium khusus untuk
merebus kain yang kotor seperti kain lap, kaos kaki, keset dengan detergen cuci
dan pewangi pakaian. Saya baru menemukannya saat tinggal di Korea. Hasilnya
memang bersih sekali. Selain itu mereka juga senang menggunakan serbuk baking
soda untuk membersihkan peralatan dapur, menyikat lantai kamar mandi, mencuci
baju, membersihkan karpet, mengepel dsb.
Bahkan saya pernah belajar melihat pembuatan
cairan pembersih alami di kantor kelurahan. Mereka menyebutnya EM. Cairan
pembersih alami ini terbuat dari rendaman air beras, air perasan buah yang
tidak termakan dan Efective Microorganism
(EM). EM ini disukai karena tidak menggunakan zat kimia yang berbahaya sehingga
aman dan tidak membuat polusi lingkungan. Cairan EM ini serbaguna dan banyak
manfaatnya. Bisa untuk mencuci baju, menguras kamar mandi, menghilangkan polusi
udara di dalam rumah, pupuk tanaman, obat alergi, obat asma, obat gatal,
membersihkan sungai yang tercemar, dsb. InshaaAllah nantinya ilmu membuat EM
ini akan saya ajarkan ke keluarga dan teman di Indonesia agar manfaatnya bisa
lebih luas lagi.
Sedikit
demi sedikit ilmu membersihkan dan menata rumah ini saya praktekkan di rumah.
Sebisa mungkin saya luangkan waktu khusus untuk membersihkan rumah. Tidak perlu
memaksakan untuk bisa perfect dalam
merapikan rumah karena anak-anak pun berhak bereksplorasi dan bermain di dalam
rumah. Saat anak-anak tidur siang, saya bisa mencicil pekerjaan membersihkan
dapur dan ruang keluarga. Malam harinya sebelum tidur malam, saya sempatkan
untuk mencuci piring supaya keesokan harinya saya bisa semangat mengerjakan
pekerjaan rumah lainnya. Tak lupa saya menyiapkan bahan makanan yang akan
dimasak keesokan harinya sehingga waktu memasak di dapur menjadi lebih singkat.
Kalau pagi-pagi sudah melihat tumpukan piring kotor sering membuat semangat saya
redup dan berat sekali untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya.
Sebisa
mungkin saya tidak menunda pekerjaan yang biasa dikerjakan sehari-hari supaya
tidak menumpuk di akhir pekan. Pada hari sabtu biasanya saya punya waktu luang
yang banyak untuk membersihkan rumah dengan santai karena putri saya bisa
menemani adiknya. Saya pun juga harus sabar melatih anak-anak untuk merapikan
mainan sendiri. Alhamdulillah si sulung sudah bisa mandiri dan banyak membantu
saya di rumah. Oh ya lucunya, kalau saya sedang kesal karena ditimpa masalah
atau memikirkan persoalan hidup yang rumit, saya paling suka membersihkan
rumah, khususnya menyikat kamar mandi dan membersihkan dapur. Selesai melihat
rumah kinclong perasaan senang dan puas membuat mood saya enak dan bisa fokus
memikirkan solusi dari masalah yang saya hadapi. Ternyata ada hikmahnya ya
kalau ditimpa masalah, karena setiap masalah pasti ada solusinya. Begitu pula
dengan menata rumah bak hotel bintang lima pun ada ilmunya ya. Terimakasih
banyak Ibu Septi, kini memiliki rumah idaman bak hotel bintang lima bukan lagi
impian. Selama ada kemauan, pasti kita bisa mewujudkannya. Semangat Ibu
Profesional, inshaAllah kita bisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar