Laman

  • Home
  • About me
  • My Books
  • My Bussines
  • Lovely Hafidz
  • Lovely Nabila

Rabu, 06 Maret 2013

Berseminya Islam di Pulau Jeju





Alhamdulillah.  Meski belum pernah ke Jeju tapi baca artikel menarik di Republika ini, membuat saya mengucap syukur kepada Allah. Sungguh Allah Maha Kuasa membolak-balikkan hati dan iman seseorang. Semoga Islam bisa tersebar di seluruh pelosok Korea Selatan..aamiin..Berikut ini saya paparkan tulisan dari Republika mengenai sejarah masuknya Islam di Pulau Jeju dan bagaimana kondisi Muslim disana..Semoga makin menambah semangat kita dalam menyampaikan Islam dimanapun kita berada ya.. ^_^

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (TQS.Fushishilat : 33) 

Alhamdulillah, Islam Bersemi di Jeju Korea Selatan 

Bagian 1 :  Muslim di Jeju

Sumber tulisan : Republika Online

Bagi penggemar drama Korea Selatan (Korsel), tentu tahu betul keindahan Pulau Jeju. Sebut saja “Secret Garden”, “Boys Over Flowers”, “Princess Hours”, dan drama terkenal lain yang memanfaatkan keindahan Pulau Jeju sebagai latar cerita. Hamparan bunga kuning di tepi pantai merupakan salah satu scene indah dari pulau di ujung semenanjung Korea tersebut. Tak heran jika Jeju disebut Bali-nya Korea dan masuk daftar New Seven Wonder.

Yang tak kalah menakjubkan, keindahan Islam pun bersemi di Jeju atau dalam bahasa Korea bernama Jeju-do atau Jeju Teukbyeol Jachido. Di pulau terbesar di Korea Selatan ini terdapat sekitar 750 Muslim. Sebagian besar dari mereka merupakan pendatang dari negara-negara Islam, seperti Indonesia, Bangladesh, Pakistan. Selain itu, Jeju juga sebagai lokasi wisata yang dikunjungi sekitar 60 ribu pelancong Muslim tiap tahunnya.

Menilik jumlahnya, Muslim di Jeju memang merupakan kelompok minoritas. Pulau berpenduduk 560 ribu jiwa tersebut didominasi oleh penganut paham Shamanisme, Buddhisme, serta Kristen. Menurut Direktur Federasi Muslim Korea (KMF) Prof Kim Dae Young, Muslim yang tinggal di Jeju sebagian besar bekerja dalam ranah 3D, yakni dirty (kotor), dangerous (bahaya), dan difficult (sulit). Sebagian mereka, sekitar 450 orang, merupakan nelayan asal Indonesia. Sebagian lain bekerja di pabrik. Terdapat pula sekitar 40 mahasiswa Muslim yang belajar di Universitas Nasional Jeju.

Mengingat jumlah Muslim yang masih sedikit di Jeju, Islam pun masih terdengar asing di telinga warga asli pulau ini. Pasalnya, syiar Islam jarang terdengar ataupun disaksikan masyarakat umum. “Akibatnya, Pemerintah Korsel pun tak memperhatikan kebutuhan mereka, seperti masjid, makanan halal, ataupun budaya Islam,” ujar Kim yang merupakan warga Korsel kelahiran Jeju, seperti dilansir The Jeju Weekly.

Secara historis, Jeju merupakan pulau yang terisolasi dari dunia luar. Pulau seluas 1,8 juta kilometer persegi tersebut merupakan lokasi pembuangan dan pengasingan narapidana pada era Dinasti Joseon (1392-1910). Pada abad ke-17, warga Jeju pun dilarang keluar dari lingkaran pulau. Kondisi ini berlangsung selama 200 tahun sebelum aturan dihapuskan pada abad ke-19. Tak heran jika Pulau Jeju sangat minim budaya. Kontak dengan budaya asing baru terjadi ketika pulau ini berada di bawah pengawasan militer AS pascapenjajahan Jepang.

Menurut Kim, sistem pendidikan modern dan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi, di Jeju didirikan oleh misionaris Kristen. Tak ada pengaruh Islam dalam pembangunan pendidikan di Korsel. Akibatnya, Islam tak dikenal. Kalaupun ada yang kenal, biasanya melihatnya dalam sudut pandang Kristen.

“Kami warga Korea belajar dari gaya pendidikan Barat. Kami belajar sejarah dunia dari sudut pandang Kristiani. Jadi, kami memiliki banyak kesalahpahaman,” tutur Kim yang mengubah namanya menjadi Kim Bashir setelah memeluk Islam.

Islam baru masuk ke Pulau Jeju pada 1970-an. Saat itu, banyak perusahaan Korea yang membuka cabang di Timur Tengah sehingga banyak pekerja asal Jeju yang pergi ke Arab Saudi dan negara Islam lainnya. Sejak itulah, banyak dari mereka yang memeluk agama Islam.

Meski Islam baru masuk ke Jeju pada sekitar 1970, sejatinya agama Allah ini telah sejak lama hadir di Korea. Tanah Korea telah berinteraksi dengan Islam sejak abad ketujuh Masehi melalui pedagang yang menjalin hubungan dengan Kerajaan Silla, salah satu dari tiga kerajaan besar Korea saat itu. Meski merupakan bagian dari Korsel, Jeju baru mengenal Islam 12 abad kemudian. Penyebabnya, tak lain kebijakan isolasi yang diterapkan di pulau vulkanik tersebut.




Patung Harubang, lambang kepercayaan warga Jeju. Sumber foto : disini 


Bagian 2 :  Dakwah di Jeju

Sumber : Republika Online


Saat ini, dakwah Islam mulai menggeliat di Jeju. Namun, jika Anda berjilbab kemudian berjalan-jalan di pulau tersebut, jangan heran jika ada warga setempat yang memperhatikan jilbab Anda. Warga Jeju yang non-Muslim umumnya tidak tahu bahwa jilbab merupakan perintah agama.

Mereka mengira, jilbab sekadar mode fashion. “Saya masih ingat ketika sedang belanja di Jeju Island, makcik-makcik di situ sangat suka dengan gaya tudung (jilbab) kami. Mereka tidak tahu bahwa bertudung adalah perintah  agama Islam. Mereka menganggap, ini adalah fashion semata-mata,” ujar Izyan Zainudin, warga Malaysia yang belum lama ini berwisata ke Pulau Jeju.

Mengingat kondisi masyarakat yang sangat awam tentang Islam, Kim Dae-young pun berinisiatif mendirikan Islamic Center di Pulau Jeju. Tujuannya, sebagai masjid “sementara” yang terbuka untuk umum, mengingat belum ada masjid di pulau tersebut.

Jeju Islamic Center yang berdiri sejak Juni 2002 merupakan wakil Federasi Muslim Korea (KMF) di Pulau Jeju. Sejak 2008, Islamic Center ini juga sering kali disebut Dr Abdul Taib Mahmud sebagai Islamic Center. Abdul Taib Mahmud adalah presiden Dewan Dakwah Islam Regional Asia Tenggara dan Pasifik (RISEAP) yang merupakan donatur KMF. Berkat bantuan RISEAP, dakwah Islam dapat tersebar di seluruh penjuru Korea, termasuk Jeju.

Saat ini, Islamic Center tersebut menjadi tempat bagi Muslim Jeju untuk beribadah,  menimba ilmu agama, berkumpul, dan merayakan hari besar Islam.  alah seorang Muslim asal India, Syed Shanu, mengatakan, dia dapat lebih sering berkumpul dengan kaum Muslimin berkat Islamic Center ini. Dia pun senang karena dapat merayakan hari raya bersama.

“Kami bertemu sewaktu-waktu untuk shalat berjamaah. Saat hari raya atau Ramadhan, kami pun biasa bertemu dan beribadah bersama,” ujar Shed Sanu yang merupakan asisten profesor di Universitas Halla.

Meski merupakan minoritas, Muslimin Jeju dapat menjalankan ibadahnya dengan baik. Terlebih ,dengan adanya Islamic Center, mereka dapat berkumpul dan bersilaturahim.


Peta wisata pulau Jeju


Bagian 3 :  Restauran dan Hotel Muslim

Sumber tulisan : Republika Online

Satu hal yang kerap menjadi kendala bagi Muslimin yang tinggal di negara minoritas Islam adalah ketersediaan makanan halal. Apalagi, di Korea, daging babi menjadi bahan utama dalam banyak masakan. Tak terkecuali di Jeju. Bahkan, pulau ini terkenal dengan produksi daging babi hitam yang disukai warga setempat.

Tak hanya suka mengonsumsi babi, masyarakat Korea pun terbiasa minum alkohol setelah makan. Hal ini tentu menjadi masalah tersendiri bagi Muslimin Jeju. Meski sulit, makanan halal tak mustahil ditemukan di Jeju.

Untuk mendapatkan pangan halal, Muslimin Jeju memesan dari luar pulau. “Kami hanya memakan makanan halal. Sementara, tak ada makanan halal di Jeju. Karena itu, kami memesan dari daratan (wilayah Korea Selatan yang tergabung dengan benua Asia),” kata Syed Shanu, seperti dikutip The Jeju Weekly.

Meski demikian, terdapat sebuah restoran halal bergaya India di Jeju. Restoran Baghdad, demikian nama tempat makan Muslimin ini berlokasi di kawasan City Hall. Setahun setelah dibuka pada 2006, Baghdad telah memiliki sertifikat halal. “Domba dan hidangan vegetarian selalu halal. Tetapi, pelanggan harus membuat reservasi setidaknya satu hari lebih awal untuk ayam halal karena kita biasanya menggunakan ayam lokal. Untuk daging pun harus dipesan dari daratan,” ujar Hyun Ju-ryeong, pemilik restoran Bagdad.

Dalam tayangan video program wisata televisi Malaysia yang diunggah di YouTube tampak restoran Baghdad dikunjungi banyak wisatawan Muslim. Sesuai namanya, restoran tersebut hanya menyediakan makanan khas Baghdad, seperti kebab, samosha, sup ayam, dan sebagainya. Jangan berharap mendapatkan menu makanan Korea di restoran tersebut. Meski demikian, restoran ini sangat menolong wisatawan Muslim saat bingung mencari makanan halal.

Tak hanya restoran Muslim, Jeju yang sedang bersiap menyambut lebih banyak lagi wisatawan Muslim juga memiliki hotel Muslim. Seperangkat fasilitas ibadah lengkap dengan Alquran disediakan hotel tersebut. Arah kiblat pun tertera di kamar hotel.



Restauran Baghdad di Jeju.  Sumber foto : disini


 Sayang, ternyata disini juga menyediakan minuman khamr di bar-nya. Sumber foto : disini   


Ini adalah video restauran Baghdad yang bisa teman-teman saksikan di youtube






4 komentar:

  1. salam kenal mba, aku mengenal mba ada di member blog ku... terimakasih sudah berkenan mengunjungi blokku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal mbak Wita..Wah keren udah punya buku..Gabung di IIDN dan KEB juga kan ya? ^_^

      Hapus
  2. Suka dengan melihat raut wajah ibu satu ini.. ademmm :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduh maak..Adem gimana? hihihi...Mak kapan rencana back for good ke Indonesia? Masih lama kah mak disana? Kl udah pulang, kita kopdaran ya mak.. ^_^

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...